Senin, 23 April 2012

Life, 'The Word' That We Can't Expect

senang, senang, dan senang. masa kecil memang akrab dengan kata tersebut. segala sesuatu yang kita inginkan  hampir semuanya dikabulkan seperti anak laki-laki ini. imajinasi khayalan tingkat dewa. walaupun bandung adalah kota yang melahirkannya, di tangerang, kota yang ia pikir sebuah kota yang akan ia tinggali selamanya, ia sangat menyukai suasana kota tersebut, banyak teman, banyak hiburan, apapun yang membuat ia senang.

semua itu berubah dikala ia sengaja beranjak dari masa kanak-kanak menuju masa yang orang bilang masa tersebut adalah masa yang paling indah. masa remaja menghantui jiwa anak tersebut, karena orangtuanya lah yang membuat gebrakan yang belum bisa diterima oleh anak tersebut, yaitu hidup tanpa  keluarga yang membesarkannya selama ini sementara waktu untuk sekolah SMP pesantren di kota yang melahirkan ibunya, bandung.

sementara waktu? iya benar sementara waktu, hanya 3 tahun. pesantren? sungguh ia tidak tertarik, dan hanya ingin meneruskan sekolah di sekolah negeri. bandung? iya tepat kota yang berjarak sekitar 300 km dari kota asal dia , tangerang. sifatnya yang masih pemalu dan enggan berkomentar apapun ketika kedua orangtuanya menyuruhnya, membuat ia mau tidak mau harus menerima keadaan ini, pada saat itu, ia belum mengetahui apa tujuan orangtuanya membuat gebrakan seperti itu, dengan menyuruhnya pindah ke bandung untuk sekolah pesantren disana. sungguh ia belum menerima keadaan ini.

di kota kembang ia disambut oleh neneknya, kakeknya, saudara-saudara dari ibunya, keponakan serta paman dan bibinya. disinilah ia mulai mencari jati dirinya, sejak itu pun ia mendadak dewasa secara akal. dia mempunyai tujuan. bahwa ia tidak akan mengecewakan orangtuanya yang telah mengirimkan dia ke bandung untuk mengejar ilmu.

sangat banyak sekali hal-hal yang harus ia adaptasi untuk bisa survive mengarungi kehidupan tanpa orangtua dan adik-adiknya. dari hal kemandirian, persahabatan, hubungan antar saudara se-nenek. salah satu caranya ialah HARUS MENERIMA KEADAAN YANG KITA TERIMA WALAUPUN AWALNYA SANGAT PAHIT!

di bandung, ia menetap dengan nenek dan kakeknya, hanya bertiga. sangat sepi sekali keadaan rumah mereka. mereka sangat gembira kedatanganku disana. melihat jarang sekali yang menghampiri kediaman mereka kecuali jika ada hari raya.

lingkungan sekolah baru, sangat-sangat belum bisa ia terima keadaan yang satu ini. tahun ini ia akan duduk disekolah setara SMP namun pesantren. yang ada dibenaknya yang namanya pesantren adalah sekolah yang menurut ia tidak menarik pada saat itu. sangat berbeda dengan sekolah SD-nya di tangerang.

pergaulan di kota bandung yang ia ketahui pada saat itu ya biasa-biasa saja, dan ternyata itu diluar perkiraannya. ia pun jadi mengenal pacaran, kebebasan, merokok, dan hal-hal yang lebih spesifik lagi. tapi semuanya itu dalam hal-hal YANG WAJAR dan masih diterima dalam ISLAM. namun semua hal-hal tersebut bukan ia anggap negatif tentunya. namun ia jadi mempunyai prinsip bahwa hidup itu tidak akan berwarna kalau hidup kita flat.

ia sangat tidak betah sekali dengan pelajaran yang ada di sekolahnya itu, sangat sedikit sekali kualitas dan kuantitas pelajaran umumnya dari pada agamanya. padahal ia sangat semangat apabila diajar pelajaran umum. ia membayangkan betapa enaknya jikalau ia disekolahkan di sekolah negeri.

sudah tiga tahun ia menetap disana, dan saatnya pulang. ia sudah berencana ketika ia pulang ia akan sekolah di SMA negeri. ia sudah muak sekolah di pesantren. namun kata 'LIFE' tidak bisa ia perkirakan. ayahnya dengan tegas bahwa menyuruhnya dia untuk sekolah SMA di bandung kembali dan membawa ibu dan adik-adiknya pindah setahun yang akan datang, huh, ia pun harus menerima pelajaran pada masa ketika ia pertama pindah ke bandung, yaitu menerima keadaan.

ia pun mau tidak mau lagi harus SMA di pesantren tersebut. pada saat itu ia mengubah tujuan hidupnya. ia harus mempunyai semangat hidup bahwa, apapun yang kamu kerjakan harus dibawa senang.  dan hasilnya ia mencari jati diri yang sesungguhnya. ia makin senang menerima pelajaran agama, ia semakin mengerti apa yang ayahnya inginkan ternyata jalan yang benar. dia tidak menyangka bahwa kehidupan membawanya berpikir dewasa.

setahun kemudian keluarganya pun pindah ke bandung. sungguh senangnya hati pemuda itu melihat keluarganya tinggal di kota yang tidak ia sangka untuk ia hinggapi. sungguh ia meratapi indahnya kehidupan yang telah ia lalui selama ini. pelajaran demi pelajaran ia tampung seiring perjalannya hidupnya mengalir. kehidupan ini indah namun sementara. kehidupan tidak dapat kita perkirakan. kita boleh berncana namun Allah yang menentukan. seperti apa yang sudah direncanakan oleh pemuda itu untuk menulis blog ini, namun Allah akan menentukan apa saja komentar-komentar yang akan hinggap di kepala yang membaca serita ini.

salam dari pemuda tersebut
@titoedv ;)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar